Selasa, 02 November 2010

Akad Salam

Salam merupakan salah satu produk perbankan syariah yang menggunakan akad jual-beli dengan pembayaran di muka dan penyerahan barang dikemudian hari (advance payment atau forward buying atau future sales) dengan harga, spesifikasi, jumlah, kualitas, tanggal, dan tempat penyerahan yang jelas, serta disepakatisebelumnya dalam perjanjian.

Barang yang diperjualbelikan belum tersedia pada saat transaksi dan harus diproduksi terlebih dahulu. Seperti produk-produk pertanian dan produk-produk fungible (barang yang dapat diperkirakan dan diganti sesuai berat, ukuran, dan jumlahnya) lainnya. Barang-barang non-fungible seperti batu mulia, lukisan berharga, dan lain-lain yang merupakan barang langka tidak dapat dijadikan objek salam (al-omar dan abdel-haq, 1996). Risiko terhadap barang yang diperjualbelikan masih berada pada penjual sampai waktu penyerahan barang. Pihak pembeli berhak untuk meneliti dan dapat menolak barang yang akan diserahkan apabila tidak sesuai dengan spesifikasi awal yang disepakati.

Salam diperbolehkan oleh rasulullah saw. Dengan beberapa syarat yang harus dipenuhi. Tujuan utama dari jual beli salam adalah untuk memenuhi kebutuhan para petani kecil yang memerlukan modal untuk memulai masa tanam dan menghidupi keluarganya sampai masa panen tiba. Setelah pelarangan riba, merekatidak dapat lagi mengambil pinjaman ribawi untuk keperluan ini sehingga diperbolehkan bagi mereka untuk menjual produk pertaniannya dimuka.

Sama halnya dengan para pedagang arab yang biasa mengekspor barang ke wilayah lain dan mengimpor barang lain untuk keperluan negerinya. Mereka membutuhkan modal untuk menjalankan usaha perdagangan ekspor-impor itu. Untuk kebutuhan modal perdagangan ini mereka tidak lagi meminjam dari para rentenir setelah dilarangnya riba. Oleh sebab itulah, mereka diperbolehkan menjual barang dimuka. Setelah menerima pembayaran tunai tersebut, mereka dapat dengan mudah menjalankan usaha perdagangan mereka.

Salam bermanfaat bagi penjual karena mereka menerima pembayaran di muka. Salam juga bermanfaat bagi pembeli karena pada umumnya harga dengan akad salam lebih murah dari pada harga dengan akad tunai.
· Rukun akad Bai’as Salam
Rukun dari akad salam yang harus dipenuhi dalam transaksi ada beberapa, yaitu :
1. Pelaku akad, yaitu muslan (pembeli) adalah pihak yang membutuhkan dan memesan barang, dan muslan ilaih (penjual) adalah pemasok atau memproduksi barang pesanan.
2. Objek akad, yaitu barang atau hasil produksi (muslan fiih) dengan spesifikasinya dan harga (tsaman); dan
3. Shighah, yaitu ijab dan qabul.
Diperbolehkannya salam sebagai salah satu bentuk jual beli merupakan pengecualian dari jual beli secara umum yang melarang jual beli forward sehingga kontrak salam memiliki syarat-syarat ketat yang harus dipenuhi, antara lain (usmani, 1999) sebagai berikut.
a. Pembeli harus membayar penuh barang yang dipesan pada saat akad salam ditandatangani. Hal ini diperlukan karena jika pembayaran belum penuh, maka akan terjadi penjualan utang dengan utang yang secara eksplisit dilarang.
Selain itu, hikamah dibolehkannya salam adalah untuk memenuhi kebutuhan segera dari penjual. Jika harga tidak dibayar penuh oleh pembeli, tujuan dasar dari transaksi initidak terpenuhi. Oleh karena itu, semua ahli hukum islam sepakat bahwa pembayaran penuh dimuka pada akad salam adalah perlu. Namun demikian imam malik berpendapat bahwa penjual dapat memberikan kelonggaran dua atau tiga hari kepada pembeli, tetapi ini bukan merupakan bagian dari akad.
b. Salam hanya boleh digunakan untuk jual beli komoditas yang kualitas dan kuantitasnya dapat ditentukan dengan tepat (fungible goods atau dhawat al-amthal). Komoditas yang tidak dapat ditentukan kuantitas dan kualitasnya (termasuk dalam kelompok non-fungible goods atau dhawat al-qeemah) tidak dapat dijual dengan menggunakan akad salam. Contoh: batu mulia tidak boleh diperjualbelikan dengan akad salam karena setiap batu mulia pada umumnya berbeda dengan lainnya dalam kualitas atau dalam ukuran atau dalam berat dan spesifikasi tepatnya umumnya sulit ditentukan.
c. Salam tidak dapat dilakukanuntuk jual beli komoditas tertentu atau produk dari lahan pertanian atau peternakan tertentu. Contoh: jika penjual bermaksud memasok gandum dari lahan tertentu atau buah dari pohon tertentu, akad salam tidak sah karena ada kemungkinan bahwa hasil panen dari lahan tertentu atau buah dari pohon tertentu rusak sebelum waktu penyerahan. Hal ini membuka kemungkinan waktu penyerahan yang tidak tentu. Ketentuan yang sama berlaku untuk setiap komoditas yang pasokannya tidak tentu.
d. kualitas dari komoditas yang akan dijual dengan akad salam perlu mempunyai spesifikasi yang jelas tanpa keraguan yang dapat menimbulkan perselisihan. Semua yang dapat dirinci harus disebutkan secara eksplisit.
e. Ukuran kuantitas dan kualitas perlu disepakati dengan tegas. Jika komoditas tersebut dikuantifikasi dengan berat sesuai kebiasaan dalam perdagangan, beratnya harus ditimbang, dan jika biasa dikuantifikasi dengan diukur, ukuran pstinya harus diketahui. Komoditas yang biasa ditimbang tidak boleh diukur dan sebaliknya.
f. Tanggal dan tempat penyerahan barang yang pasti harus ditetapkan dalam kontrak.
g. Salam tidak dapat dilakukan untuk barang-barang yang harus diserahkan langsung. Contoh: jika emas yang dibeli ditukar dengan perak, sesuai dengan syariah, penyerahan kedua barang harus dilakukan bersamaan. Sama halnya jika terigu dibarter dengan gandum, penyerahan bersamaan keduanya perlu dilakukan agar jual beli sah secara syariah, sehingga akad salam tidak dapat digunakan.
Semua ahli hukum islam berpendapat sama bahwa akad salam akan menjadi tidak sah jika ketujuh syarat diatas tidak sepenuhnya dipatuhi, sebab mereka bersandar pada hadis yang menyatakan:
“barang siapa akan melakukan akad salam, dia harus menjalankan salam sesuai dengan ukuran yang ditentukan, berat yang ditentukan, dan tanggal penyerahan barang yang ditentukan.”
Dari pembahasan diatas jelas bahwa akad salam dimaksudkan sebagai bentuk pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan pedagang dan petani kecil sebagai penjual yang membutuhkan modal awal untuk dapat menjalankan usahanya untuk memenuhi pesanan pembeli. Bentuk pembiayaan salam ini dapat juga dilakukan oleh perbankan syariah modern, khususnya untuk membiayai sektor pertaniaan. Bank syariah dapat mengambil keuntungan dari perbedaan harga salam yang lebih rendah dari pada harga tunai. Untuk memastikan penyerahan barang pada tanggal yang ditentukan, bank dapat meminta jaminan.
· Salam paralelKarena dalam akad salam ini bank bertindak sebagai penyedia pembiayaan, dan tidak sebagai pembeli akhir komoditas yang diproduksi oleh penjual, bank kemudian menjual kembali dengan akad salam parallel kepada pembeli akhir dengan waktu penyerahan barang yang sama. Dapat juga bank (sebagai penjual/muslam ilaih) menerima pesanan barang dari nasabah (pembeli/muslam), kemudian bank (sebagai pembeli/muslam) memesankan permintaan barang nasabah kepada produsen penjual (muslin ilaih) dengan pembayaran dimuka, dengan jangka waktu penyerahan yang disepakati bersama.
Syarat-syarat salam parallel yang harus dipenuhi, antara lain (Usmani, 1999) sebagai berikut :
a. Pada salam parallel, bank masuk kedalam dua akad yang berbeda. Pada salam pertama bank bertindak sebagai pembeli dan pada salam kedua bank bertindak sebagai penjual. Setiap kontrak salam ini harus independen satu sama lain. Keduanya tidak boleh terikat satu sama lain sehingga hak dan kewajiban kontrak yang satu tergantung kepada hak dan kewajiban kontrak paralelnya. Setiap kontrak harus memiliki kekuatan dan keberhasilannya harus tidak tergantung pada yang lain.
b. Salam parallel hanya boleh dilakukan dengan pihak ketiga. Penjual pada salam pertama tidak boleh menjadi pembeli pada salam parallel karena hal ini akan menjadi kontrak pembelian kembali yang dilarang oleh syariah.

· Tahapan akad salam paralel
Adapun tahapan Akad Salam dan Salam Paralel adalah sebagai berikut :
1. Adanya permintaan barang tertentu dengan spesifikasi yang jelas, oleh nasabah pembeli kepada bank syariah sebagai penjual.
2. Wa’ad nasabah untuk membeli barang dengan harga dan waktu tangguh pengiriman barang yang disepakati.
3. Mencari produsen yang sanggup menyediakan barang dimaksud (sesuai batas waktu yang disepakati dengan harga yang lebih rendah).
4. Pengikatan I antara bank sebagai penjual dan nasabah pembeli untuk membeli barang dengan spesifikasi tertentu yang akan diserahkan pada waktu yang telah ditentukan.
5. pembayaran oleh nasabah pembeli dilakukan sebagian diawal akad dan sisanya sebelum barang diterima (atau sisanya disepakati untuk diangsur).
6. Pengikatan II antara bank sebagai pembeli dan nasabah produsen untuk membeli barang dengan spesifikasi tertentu yang aka diserahkan pada waktu yang telah ditentukan.
7. Pembayaran dilakukan segera oleh bank sebagai pembeli kepada nasabah produsen pada saat pengikatan dilakukan.
8. Pengiriman barang dilakukan langsung oleh nasabah produsen kepada nasabah pembeli pada waktu yang ditentukan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar