Selasa, 02 November 2010

Prinsip dan Azaz Filsafat Hukum Islam

Prinsip-prinsip hukum Islam menurut Juhaya S. Praja sebagai berikut :

1. Prinsip Tauhid

Tauhid adalah prinsip umum hukum Islam. Prinsip ini menyatakan bahwa semua manusia ada dibawah satu ketetapan yang sama, yaitu ketetapan tauhid yang dinyatakan dalam kalimat La’ilaha Illa Allah (Tidak ada tuhan selain Allah). Prinsip ini ditarik dari firman Allah QS. Ali Imran Ayat 64. Berdasarkan atas prinsip tauhid ini, maka pelaksanaan hukum Islam merupakan ibadah. Dalam arti perhambaan manusia dan penyerahan dirinya kepada Allah sebagai manipestasikesyukuran kepada-Nya. Dengan demikian tidak boleh terjadi setiap mentuhankan sesama manusia dan atau sesama makhluk lainnya. Pelaksanaan hukum Islam adalah ibadah dan penyerahan diri manusia kepada keseluruhan kehendak-Nya.

Prinsip tauhid inipun menghendaki dan memposisikan untuk menetapkan hukum sesuai dengan apa yang diturunkan Allah (Al-Qur
an dan As-Sunah). Barang siapa yang tidak menghukumi dengan hukum Allah, maka orang tersebut dapat dikateegorikan kedalam kelompok orang-orang yang kafir, dzalim dan fasiq (Q.S. ke 5 Al-Maidah : 44, 45 dan 47).

Dari prinsip umum tauhid ini, maka lahirlah prinsip khusus yang merupakan kelanjutan dari prinsip tauhid ini, umpamanya yang berlaku dalam fiqih ibadah sebagai berikut :
a. Prinsip Pertama : Berhubungan langsung dengan Allah tanpa perantara --- Artinya bahwa tak seorang pun manusia dapat menjadikan dirinya sebagai zat yang wajib di sembah.
b. Prinsip Kedua : Beban hukum (takli’f) ditujukan untuk memelihara akidah dan iman, penyucian jiwa (tajkiyat al-nafs) dan pembentukan pribadi yang luhur --- Artinya hamba Allah dibebani ibadah sebagai bentuk/aktualisasi dari rasa syukur atas nikmat Allah.

Berdasarkan prinsip tauhid ini melahirkan azas hukum Ibadah, yaitu Azas kemudahan/meniadakan kesulitan. Dari azas hukum tersebut terumuskan kaidah-kaidah hukum ibadah sebagai berikut :
a. Al-ashlu fii al-ibadati tuqifu wal ittiba’ --- yaitu pada pokoknya ibadah itu tidak wajib dilaksanakan, dan pelaksanaan ibadah itu hanya mengikuti apa saja yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya ;
b. Al-masaqqah tujlibu at-taysiir --- Kesulitan dalam melaksanakan ibadah akan mendatangkan kemudahan

2. Prinsip Keadilan

Keadilan dalam bahasa Salaf adalah sinonim al-mi’za’n (keseimbangan/ moderasi). Kata keadilan dalam al-Qur
an kadang diekuifalensikan dengan al-qist. Al-mizan yang berarti keadilan di dalam Al-Quran terdapat dalam QS. Al-Syura: 17 dan Al-Hadid: 25.

Term „keadilan
pada umumnya berkonotasi dalam penetapan hukum atau kebijaksanaan raja. Akan tetapi, keadilan dalam hukum Islam meliputi berbagai aspek. Prinsip keadilan ketika dimaknai sebagai prinsip moderasi, menurut Wahbah Az-Zuhaili bahwa perintah Allah ditujukan bukan karena esensinya, seba Allah tidak mendapat keuntungan dari ketaatan dan tidak pula mendapatkan kemadaratan dari perbuatan maksiat manusia. Namun ketaatan tersebut hanyalah sebagai jalan untuk memperluas prilaku dan cara pendidikan yang dapat membawa kebaikan bagi individu dan masyarakat.(10)

Penggunaan term “adil/keadilan” dalam Al-Quran diantaranya sebagai berikut :
a. QS. Al-Maidah : 8 --- Manusia yang memiliki kecenderungan mengikuti hawa nafsu, adanya kecintan dan kebencian memungkinkan manusia tidak bertindak adil dan mendahulukan kebatilan daripada kebenaran (dalam bersaksi) ;
b. QS. Al-An
am : 152 --- Perintah kepada manusia agar berlaku adil dalam segala hal terutama kepada mereka yang mempunyai kekuasaan atau yang berhubungan dengan kekuasaan dan dalam bermuamalah/berdagang ;
c. QS. An-Nisa : 128 --- Kemestian berlaku adil kepada sesama isteri ;
d. QS. Al-Hujrat : 9 --- Keadilan sesama muslim ;
e. QS. Al-An
am :52 --- Keadilan yang berarti keseimbangan antara kewajiban yang harus dipenuhi manusia (mukalaf) dengan kemampuan manusia untuk menunaikan kewajiban tersebut.

Dari prinsip keadilan ini lahir kaidah yang menyatakan hukum Islam dalam praktiknya dapat berbuat sesuai dengan ruang dan waktu, yakni suatu kaidah yang menyatakan elastisitas hukum Islam dan kemudahan dalam melaksanakannya sebagai kelanjutan dari prinsip keadilan, yaitu : .......


Artinya : Perkara-perkara dalam hukum Islam apabila telah menyeempit maka menjadi luas; apabila perkara-perkara itu telah meluas maka kembali menyempit.

Teori „keadilan
teologi Mutazilah melahirkan dua terori turunan, yaitu :
1) al-sala’h wa al-aslah dan
2) al-Husna wa al-qubh.

Dari kedua teori ini dikembangkan menjadi pernyataan sebagai berikut :
a. Pernyataan Pertama : Allah tidaklah berbuat sesuatu tanpa hikmah dan tujuan” --- perbuatan tanpa tujuan dan hikmah adalah sia-sia
b. Pernyataan Kedua : Segala sesuatu dan perbuatan itu mempunyai nilai subjektif sehingga dalam perbuatan baik terdapat sifat-sifat yang menjadi perbuatan baik. Demikian halnya dalam perbuatan buruk. Sifat-sifat itu dapat diketahui oleh akal sehingga masalah baik dan buruk adalah masalah akal.


3. Prinsip Amar Makruf Nahi Mungkar


Hukum Islam digerakkan untuk merekayasa umat manusia untuk menuju tujuan yang baik dan benar yang dikehendaki dan ridloi Allah dalam filsafat hukum Barat diartikan sebagai fungsi social engineering hukum. Prinsip Amar Makruf Nahi Mungkar didasarkan pada QS. Al-Imran : 110, pengkategorian Amar Makruf Nahi Mungkar dinyatakan berdasarkan wahyu dan akal.

4. Prinsip Kebebasan/Kemerdekaan

Prinsip kebebasan dalam hukum Islam menghendaki agar agama/hukum Islam disiarkan tidak berdasarkan paksaan, tetapi berdasarkan penjelasan, demontrasi, argumentasi. Kebebasan yang menjadi prinsip hukum Islam adalah kebebasan dl arti luasyg mencakup berbagai macamnya, baik kebebasan individu maupun kebebasan komunal. Keberagama dalam Islam dijamin berdasarkan prinsip tidak ada paksaan dalam beragama (QS. Al-Baqarah : 256 dan Al-Kafirun: 5)

5. Prinsip Persamaan/Egalite

Prinsip persamaan yang paling nyata terdapat dalam Konstitusi Madinah (al-Shahifah), yakni prinsip Islam menentang perbudakan dan penghisapan darah manusia atas manusia. Prinsip persamaan ini merupakan bagian penting dalam pembinaan dan pengembangan hukum Islam dalam menggerakkan dan mengontrol sosial, tapi bukan berarti tidak pula mengenal stratifikasi sosial seperti komunis.

6. Prinsip At-Ta
awun

Prinsip ini memiliki makna saling membantu antar sesama manusia yang diarahkan sesuai prinsip tauhid, terutama dalam peningkatan kebaikan dan ketakwaan.

7. Prinsip Toleransi

Prinsip toleransi yang dikehendaki Islam adalah toleransi yang menjamin tidak terlanggarnya hak-hak Islam dan ummatnya --- tegasnya toleransi hanya dapat diterima apabila tidak merugikan agama Islam.

Wahbah Az-Zuhaili, memaknai prinsip toleransi tersebut pada tataran penerapan ketentuan Al-Qur
an dan Hadits yang menghindari kesempitan dan kesulitan, sehingga seseorang tidak mempunyai alasan dan jalan untuk meninggalkan syariat ketentuan hukum Islam. Dan lingkup toleransi tersebut tidak hanya pada persoalan ibadah saja

tetapi mencakup seluruh ketentuan hukum Islam, baik muamalah sipil, hukum pidana, ketetapan peradilan dan lain sebagainya.(11)


Azas-azas Hukum Islam

Azas secara etimologi memiliki makna dalah dasar, alas, pondamen (Muhammad Ali, TT : 18). Adapun secara terminologinya Hasbi Ash-Shiddiqie mengungkapkan bahwa hukum Islam sebagai hukum yang lain mempunyai azas dan tiang pokok sebagai berikut :

1. Azas Nafyul Haraji --- meniadakan kepicikan, artinya hukum Islam dibuat dan diciptakan itu berada dalam batas-batas kemampuan para mukallaf. Namun bukan berarti tidak ada kesukaran sedikitpun sehingga tidak ada tantangan, sehingga tatkala ada kesukaran yang muncul bukan hukum Islam itu digugurkan melainkan melahirkan hukum Rukhsah.
2. Azas Qillatu Taklif --- tidak membahayakan taklifi, artinya hukum Islam itu tidak memberatkan pundak mukallaf dan tidak menyukarkan.
3. Azas Tadarruj --- bertahap (gradual), artinya pembinaan hukum Islam berjalan setahap demi setahap disesuaikan dengan tahapan perkembangan manusia.
4. Azas Kemuslihatan Manusia --- Hukum Islam seiring dengan dan mereduksi sesuatu yang ada dilingkungannya.
5. Azas Keadilan Merata --- artinya hukum Islam sama keadaannya tidak lebih melebihi bagi yang satu terhadap yang lainnya.
6. Azas Estetika --- artinya hukum Islam memperbolehkan bagi kita untuk mempergunakan/memperhatiakn segala sesuatu yang indah.
7. Azas Menetapkan Hukum Berdasar Urf yang Berkembang Dalam Masyarakat --- Hukum Islam dalam penerapannya senantiasa memperhatikan adat/kebiasaan suatu masyarakat.
8. Azas Syara Menjadi Dzatiyah Islam --- artinya Hukum yang diturunkan secara mujmal memberikan lapangan yang luas kepada para filusuf untuk berijtihad dan guna memberikan bahan penyelidikan dan pemikiran dengan bebas dan supaya hukum Islam menjadi elastis sesuai dengan perkembangan peradaban manusia.

sumber hukum Islam adalah merupakan dasar pijakan muslim dalam berkehidupan. Tanpa didasari sumber hukum, akan timbul suasana dan situasi yang sangat tidak keruan, dimana setiap manusia akan membuat dasar pokok masing-masing yang berbeda-beda sesuai dengan kemampuan berfikir masing-masing dan kebutuhan masing-masing.
Sumber Hukum Islam yang pokok, pertama dan utama adalah Al-Qur’an : Sebenarnya secara umum dalam al-qur’an segala urusan sudah termaktub, akan tetapi petunjuk teknisnya tidak secara jelas ada dalam al qur’an melainkan di dalam sumber hukum Islam yang kedua yaitu HADITS (SUNNAH) Rasulullah Muhammad Saw. Al hasil hadits rasulullah adalah merupakan tafsiran dari al qur’an itu sendiri.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar